Konsekuensi Hukum bagi Jurnalis yang Lakukan Framing, Fitnah, dan Informasi Menyesatkan dalam Publikasi Opini

    Konsekuensi Hukum bagi Jurnalis yang Lakukan Framing, Fitnah, dan Informasi Menyesatkan dalam Publikasi Opini

    HUKUM - Tuntutan Pidana dan Perdata bagi Jurnalis yang Melakukan Framing dengan Fitnah dan Informasi yang Menyesatkan untuk Memenangkan Salah Satu Pihak dalam Perkara
    Jurnalisme memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk opini publik dan menjaga keseimbangan informasi di masyarakat. Dalam menjalankan tugasnya, seorang jurnalis harus mengedepankan prinsip-prinsip etika jurnalistik, seperti keberimbangan, akurasi, dan kebenaran.

    Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa dalam praktiknya, terdapat jurnalis yang sengaja melakukan framing berita dengan tujuan tertentu, termasuk menyebarkan fitnah atau informasi yang menyesatkan untuk memenangkan salah satu pihak dalam sebuah perkara.

    Tindakan seperti ini tidak hanya melanggar kode etik jurnalistik, tetapi juga dapat menimbulkan konsekuensi hukum, baik dalam ranah pidana maupun perdata.

    1. Tuntutan Pidana bagi Jurnalis

    Di Indonesia, jurnalis yang melakukan framing dengan menyebarkan fitnah dan informasi yang menyesatkan dapat dijerat dengan berbagai pasal pidana, terutama yang terkait dengan pencemaran nama baik, fitnah, atau penyebaran berita bohong. Beberapa pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dapat digunakan untuk menuntut jurnalis yang terlibat dalam tindakan tersebut:

    Pencemaran Nama Baik (Pasal 310 dan 311 KUHP): Dalam KUHP, tindakan pencemaran nama baik dianggap sebagai tindak pidana. Pasal 310 KUHP menyatakan bahwa setiap orang yang menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduh sesuatu yang dapat diketahui umum, dapat dikenakan pidana penjara. Pasal 311 KUHP menegaskan, jika tuduhan tersebut tidak benar dan dilakukan dengan maksud untuk mencemarkan nama baik seseorang, maka dapat dijatuhi pidana penjara yang lebih berat.

    Penyebaran Berita Bohong (Pasal 14 dan 15 UU No. 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana): Pasal ini menegaskan bahwa seseorang yang dengan sengaja menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong yang dapat menimbulkan keonaran di kalangan masyarakat dapat dipidana dengan pidana penjara. Berita bohong ini termasuk berita yang sengaja disebarkan oleh jurnalis untuk mempengaruhi hasil suatu perkara.

    Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 28 ayat (1): UU ITE juga dapat digunakan untuk menuntut jurnalis yang menyebarkan berita bohong atau fitnah melalui media elektronik. Pasal 27 ayat (3) UU ITE menyatakan bahwa seseorang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan informasi elektronik yang berisi penghinaan atau pencemaran nama baik dapat dipidana penjara. Pasal 28 ayat (1) melarang penyebaran informasi yang menyesatkan dan menimbulkan kebencian di masyarakat.

    Jurnalis yang terbukti melakukan framing dengan menyebarkan fitnah dan informasi menyesatkan dapat dijatuhi hukuman pidana berupa denda dan/atau pidana penjara. Penjatuhan hukuman ini bertujuan untuk menjaga integritas dan akurasi informasi yang disampaikan kepada publik serta mencegah penyalahgunaan profesi jurnalis untuk kepentingan pihak tertentu.

    2. Tuntutan Perdata bagi Jurnalis

    Selain tuntutan pidana, jurnalis yang melakukan framing dengan tujuan tertentu juga dapat menghadapi tuntutan perdata. Pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan gugatan perdata dengan dasar perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Pasal ini menyatakan bahwa setiap perbuatan yang melanggar hukum dan merugikan orang lain, mengharuskan pelakunya untuk membayar ganti rugi kepada pihak yang dirugikan.

    Dalam konteks framing oleh jurnalis, tuntutan perdata dapat diajukan oleh pihak yang merasa dirugikan oleh pemberitaan yang mengandung fitnah atau informasi menyesatkan. Pihak penggugat dapat menuntut ganti rugi material dan immaterial atas kerugian yang diakibatkan oleh pemberitaan tersebut. Ganti rugi material dapat berupa kompensasi atas kerugian finansial yang diderita akibat pemberitaan, sementara ganti rugi immaterial berkaitan dengan kerugian pada kehormatan, nama baik, atau reputasi seseorang.

    Proses perdata ini juga dapat menuntut pihak media untuk melakukan tindakan pemulihan, seperti memuat klarifikasi atau permintaan maaf di media yang sama guna mengembalikan nama baik pihak yang dirugikan.

    3. Perlindungan Bagi Jurnalis yang Bertanggung Jawab

    Di sisi lain, jurnalis yang menjalankan profesinya dengan berpedoman pada kode etik jurnalistik dan melaporkan berita dengan akurasi serta niat baik, memiliki perlindungan hukum. UU Pers No. 40 Tahun 1999 memberikan perlindungan kepada jurnalis agar mereka dapat menjalankan tugas tanpa tekanan dari pihak manapun. Namun, perlindungan ini bukanlahkebal hukum’. Jika jurnalis terbukti melanggar kode etik dan hukum pidana maupun perdata, mereka tetap dapat dituntut dan dihukum sesuai aturan yang berlaku.

    Kesimpulan
    Jurnalis memiliki tanggung jawab besar dalam menyajikan informasi yang akurat, berimbang, dan tidak menyesatkan. Tindakan framing dengan fitnah dan informasi menyesatkan untuk memenangkan salah satu pihak dalam perkara adalah pelanggaran serius yang dapat dikenakan tuntutan hukum baik pidana maupun perdata. Penegakan hukum terhadap tindakan seperti ini sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap media dan memastikan bahwa informasi yang disebarluaskan benar-benar dapat dipercaya. Sementara itu, jurnalis yang bekerja sesuai dengan kode etik dan hukum jurnalistik tetap memiliki perlindungan dalam menjalankan tugasnya.

    Oleh karena itu, sangat penting bagi setiap jurnalis untuk memahami konsekuensi hukum yang mungkin timbul jika mereka melakukan framing dengan tujuan tertentu, dan selalu berpegang pada prinsip-prinsip etika dalam melaporkan berita.

    Jakarta, 29 September 2024

    Meily SH, MHum (Pengacara dan Praktisi Hukum)

    opini fitnah framing informasi menyesatkan
    Updates.

    Updates.

    Artikel Sebelumnya

    Hendri Kampai: Jangan Mengaku Jurnalis Jika...

    Artikel Berikutnya

    3 keterampilan utama bagi pekerja di tahun...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Hendri Kampai: Kenaikan PPN Jadi 12%, Bukti Kemacetan Berpikir dalam Kebijakan Fiskal Indonesia
    Hendri Kampai: Selamat Hari Ibu, Harga Barang Naik Sudah Menunggu di Tahun Baru
    Hendri Kampai: PPN Naik, PPh Dibiarkan, Beban Rakyat Kecil Bertambah, yang Kaya Tetap Nyaman
    Hendri Kampai: Penolakan Terhadap PPN 12% Menjadi Bola Salju Perlawanan Rakyat
    One Day ATLAS: Komitmen Auditor Indonesia Meningkatkan Kompetensi dan Inovasi di Era Digital

    Ikuti Kami