PENDIDIKAN-Dalam sebuah diskusi lokal tentang upaya peningkatan usaha UMKM, saya sempat membagikan informasi tentang acara yang, menurut saya, sangat bermanfaat bagi pelaku usaha dari sebuah pelaksana pelatihan. Namun, respon yang diharapkan tak kunjung muncul. Merasa penasaran, saya mencoba menanyakan alasannya kepada salah seorang pelaku usaha. Dengan nada setengah bercanda, ia menjawab, "Teori saja, Pak. Yang bicara punya usaha saja enggak, gimana tahu rasanya jatuh-bangun berusaha." Jawaban itu membuat saya terdiam, hanya tersenyum tanpa kata.
Sebenarnya, apa yang dikatakannya bukan sepenuhnya salah. Sebagai pendamping UMKM, saya memahami betul dinamika di lapangan karena saya sendiri pernah merasakannya. Saya pernah menjalani usaha kecil-kecilan, hingga menangani bisnis dengan modal ratusan juta. Ada yang berhasil melesat, ada pula yang harus gulung tikar karena berbagai faktor. Pengalaman jatuh-bangun itu memberikan saya perspektif yang tak tergantikan, sesuatu yang tidak akan bisa didapatkan hanya dari membaca buku atau menghadiri seminar.
Baca juga:
Ustadz Adi Hidayat: Rahasia Shalat 5 Waktu
|
Ironisnya, kondisi serupa juga sering saya temui di dunia pendidikan. Banyak sekali contoh di mana seorang dosen yang mengajar mata kuliah Kewirausahaan sebenarnya belum pernah sekalipun terjun dalam dunia bisnis. Ibaratnya seperti seorang guru renang yang tidak pernah berenang namun mencoba mengajarkan gaya kupu-kupu atau gaya bebas kepada murid-muridnya. Dalam kolam renang, mungkin murid-murid itu masih bisa bertahan. Tapi coba bawa mereka ke laut lepas dengan ombak besar dan angin kencang. Hasilnya? Bisa jadi semua tenggelam.
Teori memang penting. Saya tidak akan menyangkal itu. Tapi praktik nyata, berbagi pengalaman langsung, dan pemahaman mendalam tentang dinamika lapangan adalah hal yang jauh lebih krusial. Dunia nyata tidak seperti kolam renang yang tenang, dangkal, dan dipenuhi pelampung. Dunia nyata adalah laut lepas penuh badai. Di situlah para pelaku usaha harus bertahan.
Hal yang sama juga berlaku di bidang lain, seperti audit atau perpajakan. Jika seseorang yang mengajar tidak memiliki pengalaman riil, mereka hanya akan membagikan "teori kosong" yang tidak membekali mahasiswa untuk menghadapi dunia kerja. Ketika lulusan-lulusan itu akhirnya terjun ke dunia nyata, mereka bisa terjebak dalam kebingungan yang menguras mental dan tenaga.
Maka, bagi para pendidik, pendamping, atau siapa saja yang merasa punya tanggung jawab membimbing orang lain, penting untuk bertanya pada diri sendiri: Apakah saya sedang menjadi guru renang yang tidak bisa berenang? Jika iya, sudah saatnya kita belajar berenang dulu sebelum mengajak orang lain menyelam. Karena laut lepas tidak pernah menunggu mereka yang hanya bisa bicara.
Bandar Lampung, 25 November 2024
Hidayat Kampai
Catatan Sang Murid